Senin, 09 November 2015

PENGERTIAN DEKAT DENGAN ALLAH …

(1) Pengertian "dekat Allah s.w.t. dengan kita" ialah dekat pada ilmu,
pada kekuasaan (qudrat) dan pada kehendak (iradah).

DekatNya Allah dengan kita pada 'Ilmu', artinya 
segala sesuatu apa pun yang terdapat pada kita dan yang terjadi pada kita, lahir dan bathin,
semuanya diketahui oleh Allah s.w.t. dengan IlmuNya sejak azali, artinya 
sejak alam maya ini belum diciptakanNya, selain yang ada hanya Dia, yakni Allah s.w.t.

Dekatnya Allah dengan kita pada 'kekuasaan' (qudrat), artinya segala sesuatu apa pun, 
baik yang ada dari tidak ada atau kebalikannya,
ataupun apa saja yang terjadi, sama sekali tidak luput dari kekuasaanNya atau qudratNya. 

Maka demikian pulalah dengan iradahNya (kehendakNya). 
Dan atas inilah semua tafsir dari firman-firman Allah s.w.t. 
yang menggambarkan dekatNya kepada makhluk-makhlukNya sebagai berikut di bawah ini:

Pertama, ayat 16 dalam Surat Qaf juz 26:
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan 
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan 
Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (Qaf: 16)

Kedua, ayat 85 dalam Surat Al-Waqi'ah juz 27:
"Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. 
Tetapi kamu tidak melihat." (Al-Waqi'ah: 85)

Ketiga, ayat 4 dalam Surat Al-Hadid juz 27:
"...Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. 
Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (Al-Hadid: 4)

(2). Pengertian dekat kita kepada Allah ialah kita merasakan dengan "Ilmul-Yaqin"
bahwa:
 Alam maya ini pada hakikatnya tidak ada, 
yakni tidak ada padanya wujud yang hakiki, 
karena ia berasal dari tidak ada dan akan kembali kepada tiada. 
Atau asalnya tiada,
kemudian ada dan seterusnya dengan kehedak Allah dan kekuasaanNya. 
Ia akan ada terus, seperti syurga dan neraka.

Sedangkan wujud yang hakiki, yakni wujud yang tiada permulaannya dan 
tiada pula disudahi dengan tiada, ialah wujudnya Allah s.w.t. 

Dia tidak diliputi oleh tempat dan zaman atau masa. 
Bahkan Dia tidak seumpama dengan sesuatu apa pun dalam alam maya ini.
Apabila hal keadaan ini semua sudah merupakan Ilmul-Yaqin bagi kita, 
kemudian masuk meresap ke dalam bathin penghayatan kita, 
maka barulah ketika itu hati dan semua perasaan kita dapat melihat 
bahwa Allah s.w.t. dekat dengan kita.

Dia melihat kita dan melihat segala gerak-gerik kita, lahiriah kita dan bathiniah kita. Barulah ketika itu kita merasakan cinta kepadaNya dengan melaksanakan 
apa-apa yang diridhaiNya,
dan begitu takut padaNya apabila terkerjakan apa-apa yang tidak di ridhaiNya. 
Dan pada ketika itu pula kita senantiasa menjaga dan memelihara adab dan akhlak terhadapNya dengan adab-adab kita sebagai hambaNya kepada Dia yang bersifat 
dengan kemaha sempurnaan dalam sekalian sifat-sifatNya.

Penghayatan yang sedemikian rupa adalah 
merupakan zikrullah yang paling penting yakni 
ingatnya kita kepadaNya dalam segala pekerjaan lahiriah yang kita sedang kerjakan,
apakah itu bersifat dunia atau bersifat agama. 
Dan apalagi jikalau penghayatan yang demikian itu 
kita bawa serta ke dalam shalat kita 
dan ibadat-ibadat kita lainnya.

Yang demikian itulah disebut dengan hakikat "Al-Ihsan", 
yakni keterpaduan antara "Al-Iman" dengan "Al-Islam", 
atau dengan kata lain keterpaduan antara kepercayaan kepada Allah s.w.t. 
dengan pelaksanaan ajaran-ajaranNYa seperti apa yang Dia telah wahyukan
kepada Nabi-nabiNya sepanjang zaman, 
sejak Adam a.s. hingga Nabi dan RasulNya terakhir Muhammad s.a.w.
……………………………………
Wassalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar