Senin, 02 November 2015

HADIST ARBAIN



HADITS PERTAMA

1. NIAT & IKHLAS

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْت
رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا
نَوَى . فَمَنْ كانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كانَتْ
هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة


Arti Hadits / : ترجمة الحديث

Amirul mukminin, Umar bin khathab radhiyallahu anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.
Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain  Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits.
Penjelasan /Syarah :
Hadits ini adalah Hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian derajatnya dan didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pada beberapa bab pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim telah meriwayatkan hadits ini pada akhir bab Jihad.
Hadits ini salah satu pokok penting ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata : “Hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu karena perbuatan manusia terdiri dari niat didalam hati, ucapan dan tindakan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga bagian itu. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab fiqih”, sejumlah Ulama’ mengatakan hadits ini mencakup sepertiga ajaran islam.
Para ulama gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya adalah Imam Bukhari.
Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya agar meluruskan niatnya”.

Hadits ini dibanding hadits-hadits yang lain adalah hadits yang sangat terkenal, tetapi dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini adalah hadits ahad, karena hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, kemudian hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al Anshari, kemudian barulah menjadi terkenal pada perawi selanjutnya. Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka adalah para Imam.
Pertama : Kata “Innamaa” bermakna “hanya/pengecualian” , yaitu menetapkan sesuatu yang disebut dan mengingkari selain yang disebut itu. Kata “hanya” tersebut terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas. Untuk membedakan antara dua pengertian ini dapat diketahui dari susunan kalimatnya.
Misalnya, kalimat pada firman Allah : “Innamaa anta mundzirun”
“Engkau (Muhammad) hanyalah seorang penyampai ancaman”. (QS. Ar-Ra’d : 7)
 kalimat ini secara sepintas menyatakan bahwa tugas Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam hanyalah menyampaikan ancaman dari Allah, tidak mempunyai tugas-tugas lain. Padahal sebenarnya beliau mempunyai banyak sekali tugas, seperti menyampaikan kabar gembira dan lain sebagainya.
 Begitu juga kalimat pada firman Allah : “Innamal  hayatud dunyaa la’ibun walahwun” “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan dan permainan”. (QS. Muhammad : 36)
Kalimat ini (wallahu a’lam) menunjukkan pembatasan berkenaan dengan akibat atau dampaknya, apabila dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka kehidupan dapat menjadi wahana berbuat kebaikan. Dengan demikian apabila disebutkan kata “hanya” dalam suatu kalimat, hendaklah diperhatikan betul pengertian yang dimaksudkan.
Pada Hadits ini, kalimat “Segala amal hanya menurut niatnya” yang dimaksud dengan amal disini adalah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam. Tentang sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat para ulama tentang maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat.

Kedua : Kalimat “Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya” oleh Khathabi dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin An-Nawawi menerangkan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya, wallahu a’lam
Ketiga : Kalimat “Dan Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya” menurut penetapan ahli bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya, begitu pula mubtada’ (subyek) dan khabar (predikatnya) haruslah berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat bermakna niat atau maksud baik secara bahasa atau syari’at, maksudnya barangsiapa berhijrah dengan niat karena Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya.
Hadits ini memang muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk mendapatkan pahala hijrah karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais. 

 Pelajaran yang terdapat dalam Hadits / : الفوائد من الحديث
1. Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
2. Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
3. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
4. Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
5. Semua pebuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
6. Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
7. Hadits diatas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah
adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
wallahu a’lam –

2. IMAN, ISLAM DAN IHSAN (Syarah Arbain an-Nawawi)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ


Terjemah Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi

الحديث الثاني

HADITS KEDUA
2. IMAN, ISLAM DAN IHSAN

عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر , لا يرى عليه أثر السفر , ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبتيه إلى ركبتيه ووضع كفيه على فخذيه , وقال : يا محمد أخبرني عن الإسلام , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم " الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا " قال صدقت فعجبنا له يسأله ويصدقه , قال : أخبرني عن الإيمان قال " أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره " قال : صدقت , قال : فأخبرني عن الإحسان , قال " أن تعبد الله كأنك تراه , فإن لم تكن تراه فإنه يراك " قال , فأخبرني عن الساعة , قال " ما المسئول عنها بأعلم من السائل " قال فأخبرني عن اماراتها . قال " أن تلد الأمة ربتها وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان " . ثم انطلق فلبثت مليا , ثم قال " يا عمر , أتدري من السائل ؟" , قلت : الله ورسوله أعلم , قال " فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم " رواه مسلم



Arti hadits / : ترجمة الحديث
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah
suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih
dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak
ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan
Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah ) seraya berkata:
“ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah:
“ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan yang disembah) selain Allah,dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar.
Kemudian beliau (Rasulullahε) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku
berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (Riwayat Muslim)

Penjelasan :
Hadits ini sangat berharga karena mencakup semua fungsi perbuatan lahiriah dan bathiniah, serta menjadi tempat merujuk bagi semua ilmu syari’at dan menjadi sumbernya. Oleh sebab itu hadits ini menjadi induk ilmu sunnah.
Hadits ini menunjukkan adanya contoh berpakaian yang bagus, berperilaku yang baik dan bersih ketika datang kepada ulama, orang terhormat atau penguasa, karena jibril datang untuk mengajarkan agama kepada manusia dalam keadaan seperti itu.
Kalimat “ Ia meletakkan kedua telapak tangannya diatas kedua paha beliau, lalu ia berkata : Wahai Muhammad…..” adalah riwayat yang masyhur. Nasa’i meriwayatkan dengan kalimat, “Dan ia meletakkan kedua tangannya pada kedua lutut Rasulullah….” Dengan demikian yang dimaksud kedua pahanya adalah kedua lututnya. Dari hadits ini dipahami bahwa islam dan iman adalah dua hal yang berbeda, baik secara bahasa maupun syari’at. Namun terkadang, dalam pengertian syari’at, kata islam dipakai dengan makna iman dan sebaliknya.
Kalimat, “Kami heran, dia bertanya tetapi dia sendiri yang membenarkannya” mereka para shahabat Rasulullah menjadi heran atas kejadian tersebut, karena orang yang datang kepada Rasulullah hanya dikenal oleh beliau dan orang itu belum pernah mereka ketahui bertemu dengan Rasulullah dan mendengarkan sabda beliau. Kemudian ia mengajukan pertanyaan yang ia sendiri sudah tahu jawabannya bahkan membenarkannya, sehingga orang-orang heran dengan kejadian itu.
Kalimat, “Engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, dan kepada kitab-kitab-Nya….” Iman kepada Allah yaitu mengakui bahwa Allah itu ada dan mempunyai sifat-sifat Agung serta sempurna, bersih dari sifat kekurangan,. Dia tunggal, benar, memenuhi segala kebutuhan makhluk-Nya, tidak ada yang setara dengan Dia, pencipta segala makhluk, bertindak sesuai kehendak-Nya dan melakukan
segala kekuasaan-Nya sesuai keinginan-Nya. Iman kepada Malaikat, maksudnya mengakui bahwa para malaikat adalah hamba Allah yang mulia, tidak mendahului sebelum ada perintah, dan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya.
Iman kepada Para Rasul Allah, maksudnya mengakui bahwa mereka jujur dalam menyampaikan segala keterangan yang diterima dari Allah dan mereka diberi mukjizat yang mengukuhkan kebenarannya, menyampaikan semua ajaran yang diterimanya, menjelaskan kepada orang-orang mukalaf apa-apa yang Allah perintahkan kepada mereka. Para Rasul Allah wajib dimuliakan dan tidak boleh dibeda-bedakan.
Iman kepada hari Akhir, maksudnya mengakui adanya kiamat, termasuk hidup setelah mati, berkumpul dipadang Mahsyar, adanya perhitungan dan timbangan amal, menempuh jembatan antara surga dan neraka, serta adanya Surga dan Neraka, dan juga mengakui hal-hal lain yang tersebut dalam Qur’an dan Hadits Rosululloh.
Iman kepada taqdir yaitu mengakui semua yang tersebut diatas, ringkasnya tersebut dalam firman Allah QS. Ash-Shaffaat : 96, “Allah menciptakan kamu dan semua perbuatan kamu” dan dalam QS. Al-Qamar : 49, “Sungguh segala sesuatu telah kami ciptakan dengan ukuran tertentu” dan di ayat-ayat yang lain. Demikian juga dalam Hadits Rasulullah, Dari Ibnu Abbas, “Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan suatu keuntungan kepadamu, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang Allah telah tetapkan pada dirimu. Sekiranya merekapun berkumpul untuk melakukan suatu yang membahayakan dirimu, niscaya tidak akan membahayakan dirimu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Segenap pena diangkat dan lembaran-lembaran telah kering”  Para Ulama mengatakan, Barangsiapa membenarkan segala urusan dengan sungguh-sungguh lagi penuh keyakinan tidak sedikitpun terbersit keraguan, maka dia adalah mukmin sejati. 
Kalimat, “Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya….” Pada pokoknya merujuk pada kekhusyu’an dalam beribadah, memperhatikan hak Allah dan menyadari adanya pengawasan Allah kepadanya serta keagungan dan kebesaran Allah selama menjalankan ibadah.
Kalimat, “Beritahukan kepadaku tanda-tandanya ? sabda beliau : Budak perempuan melahirkan anak tuannya” maksudnya kaum muslimin kelak akan menguasai negeri kafir, sehingga banyak tawanan, maka budak-budak banyak melahirkan anak tuannya dan anak ini akan menempati posisi majikan karena kedudukan bapaknya. Hal ini menjadi sebagian tanda-tanda kiamat. Ada juga yang mengatakan bahwa itu menunjukkan kerusakan umat manusia sehingga orang-orang terhormat menjual budak yang menjadi ibu dari anak-anaknya, sehingga berpindah-pindah tangan yang mungkin sekali akan jatuh ke tangan anak kandungnya tanpa disadarinya.
Hadits ini juga menyatakan adanya larangan berlomba-lomba membangun bangunan yang sama sekali tidak dibutuhkan. Sebagaimana sabda Rasulullah,” Anak adam diberi pahala untuk setiap belanja yang dikeluarkannya kecuali belanja untuk mendirikan bangunan”
Kalimat, “Penggembala Domba” secara khusus disebutkan karena merekalah yang merupakan golongan badui yang paling lemah sehingga umumnya tidak mampu mendirikan bangunan, berbeda dengan para pemilik onta yang umumnya orang terhormat.
Kalimat, “Saya tetap tinggal beberapa lama” maksudnya Umar ra tetap tinggal ditempat itu beberapa lama setelah orang yang bertanya pergi, dalam riwayat yang lain yang dimaksud tetap tinggal adalah Rosululloh.
Kalimat, “Ia datang kepada kamu sekalian untuk mengajarkan agamamu” maksudnya mengajarkan pokok-pokok agamamu, demikian kata Syaikh Muhyidin An Nawawi dalam syarah shahih muslim. Isi hadits ini yang terpenting adalah penjelasan islam, iman dan ihsan, serta kewajiban beriman kepada Taqdir Allah SWT.
Sesungguhnya keimanan seseorang dapat bertambah dan berkurang, QS. Al-Fath : 4,
“Untuk menambah keimanan mereka pada keimanan yang sudah ada sebelumnya”.
Imam Bukhari menyebutkan dalam kitab shahihnya bahwa ibnu Abu Mulaikah berkata,“Aku temukan ada 30 orang shahabat Rasulullah yang khawatir ada sifat kemunafikan dalam dirinya. Tidak ada seorangpun dari mereka yang berani mengatakan bahwa ia memiliki keimanan seperti halnya keimanan Jibril dan Mikail ‘alaihimus salaam”
Kata iman mencakup pengertian kata islam dan semua bentuk ketaatan yang tersebut dalam hadits ini, karena semua hal tersebut merupakan perwujudan dari keyakinan yang ada dalam bathin yang menjadi tempat keimanan. Oleh karena itu kata Mukmin secara mutlak tidak dapat diterapkan pada orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar atau meninggalkan kewajiban agama, sebab suatu istilah harus menunjukkan pengertian yang lengkap dan tidak boleh dikurangi, kecuali dengan maksud tertentu.
Juga dibolehkan menggunakan kata Tidak beriman sebagaimana pengertian hadits Rasulullah, “Seseorang tidak berzina ketika dia beriman dan tidak mencuri ketika dia beriman” maksudnya seseorang dikatakan tidak beriman ketika berzina atau ketika dia mencuri.
Kata islam mencakup makna iman dan makna ketaatan, syaikh Abu ‘Umar berkata, “kata iman dan islam terkadang pengertiannya sama terkadang berbeda. Setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin” ia berkata, “pernyataan seperti ini sesuai dengan kebenaran” Keterangan-keterangan Al-Qur’an dan Assunnah berkenaan dengan iman dan islam sering dipahami keliru oleh orang-orang awam. Apa yang telah kami jelaskan diatas telah sesuai dengan pendirian jumhur ulama ahli hadits dan lain-lain.
Catatan :
• Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya
terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan .
• Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua makhluk
Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan
Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah )

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / : الفوائد من الحديث
1. Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan kebersihan,
khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
2. Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir butuh
untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang
hadir dapat mengambil manfaat darinya.
3. Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata:
“Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.
4. Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
5. Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang
tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hambanya.
6. Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang
tidak ada kebutuhan.
7. Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain
Allah ta’ala.
8. Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.
Wallahu a’lam.

3.Rukun Islam (Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ



الحديث الثالث
HADITS KETIGA

3.Rukun Islam

عن أبي عـبد الرحمن عبد الله بن عـمر بـن الخطاب رضي الله عـنهما ، قـال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسـلم يقـول : بـني الإسـلام على خـمـس : شـهـادة أن لا إلـه إلا الله وأن محمد رسول الله ، وإقام الصلاة ، وإيـتـاء الـزكـاة ، وحـج البيت ، وصـوم رمضان
 رواه الترمذي ومسلم

Terjemah hadits / : ترجمة الحديث
Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Alh- Khottob radhiallahu anhuma dia berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda :“Islam dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan”. (Riwayat Turmuzi dan Muslim)

Penjelasan/Syarah :

Abul ‘Abbas Al-Qurtubi berkata : “Lima hal tersebut menjadi asas agama Islam dan landasan tegaknya islam. Lima hal tersebut diatas disebut secara khusus tanpamenyebutkan Jihad Padahal Jihad adalah membela agama dan mengalahkan penentang-penentang yang kafir Karena kelima hal tersebut merupakan kewajiban yang abadi, sedangkan jihad merupakan salah satu fardhu kifayah, sehingga pada saat tertentu bisa menjadi tidak wajib.
Pada beberapa riwayat disebutkan, Haji lebih dahulu dari Puasa Romadhon. Hal ini adalah keraguan perawi. Wallahu A’lam (Imam Muhyidin An Nawawi dalam mensyarah hadits ini berkata, “Demikian dalam riwayat ini, Haji disebutkan lebih dahulu dari puasa. Hal ini sekedar tertib dalam menyebutkan, bukan dalam hal hukumnya, karena puasa ramadhon diwajibkan sebelum kewajiban haji. Dalam riwayat lain disebutkan puasa disebutkan lebih dahulu daripada haji”) Oleh karena itu, Ibnu Umar ketika mendengar seseorang mendahulukan menyebut haji daripada puasa, ia melarangnya lalu ia mendahulukan menyebut puasa daripada haji. Ia berkata : “Begitulah yang aku dengar dari Rosululloh Pada salah satu riwayat Ibnu ‘Umar disebutkan “Islam didirikan atas pengakuan bahwa engkau menyembah Allah dan mengingkari sesembahan selain-Nya dan melaksanakan Sholat….” Pada riwayat lain disebutkan : seorang laki-laki berkata kepada Ibnu ‘Umar, “Bolehkah kami berperang ?” Ia menjawab : “Aku mendengar Rosululloh bersabda, “Islam didirikan atas lima hal ….” Hadits ini merupakan dasar yang sangat utama guna mengetahui agama dan apa yang menjadi landasannya. Haditsini telah mencakup apa yang menjadi rukun-rukun agama.

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / : الفوائد من الحديث
1. Rasulullah ε menyamakan Islam dengan bangunan yang kokoh dan tegak diatas tiang-tiang yang mantap.
2. Pernyataan tentang keesaan Allah dan keberadaannya, membenarkan kenabian Muhammad ε, merupakan hal yang paling mendasar dibanding rukun-rukun yang lainnya.
3. Selalu menegakkan shalat dan menunaikannya secara sempurna dengan syarat rukunnya, adab-adabnya dan sunnah-sunnahnya agar dapat memberikan buahnya dalam diri seorang muslim yaitu meninggalkan perbuatan keji dan munkar karena shalat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar.
4. Wajib mengeluarkan zakat dari harta orang kaya yang syarat-syarat wajibnya zakat sudah ada pada mereka lalu memberikannya kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan.
5. Wajibnya menunaikan ibadah haji dan puasa (Ramadhan) bagi setiap muslim.
6. Adanya keterkaitan rukun Islam satu sama lain. Siapa yang mengingkarinya maka dia bukan seorang muslim berdasarkan ijma’.
7. Nash diatas menunjukkan bahwa rukun Islam ada lima, dan masih banyak lagi perkara lain yang penting dalam Islam yang tidak ditunjukkan dalam hadits. Rasulullah ε bersabda:

الإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً
“ Iman itu terdapat tujuh puluh lebih cabang “
8. Islam adalah aqidah dan amal perbuatan. Tidak bermanfaat amal tanpa iman demikian
juga tidak bermanfaat iman tanpa amal .

4. Ketetapan Nasib manusia (Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ


الحديث الرابع

HADITS KEEMPAT

4. Ketetapan Nasib manusia

 عن أبي عـبد الرحمن عـبدالله بن مسعود رضي الله عـنه قال : حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق " إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة فَيَدْخُلُهَا  رواه البخاري ومسلم

Terjemah Hadits / : ترجمة الحديث.
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan :“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian  menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak adailah selain-Nya, sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya  ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga”. (Riwayat Bukhori dan Muslim). 

[Bukhari no. 3208, Muslim no. 2643]

Penjelasan/Syarah :
Kalimat, “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya ” maksudnya yaitu Air mani yang memancar kedalam rahim, lalu Allah  pertemukan dalam rahim tersebut selama 40 hari. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa dia menafsirkan kalimat diatas dengan menyatakan, “Nutfah yang memancar kedalam rahim bila Allah menghendaki untuk dijadikan seorang manusia, maka nutfah tersebut  mengalir pada seluruh pembuluh darah perempuan sampai kepada kuku dan rambut kepalanya, kemudian tinggal selama 40 hari, lalu berubah menjadi darah yang tinggal didalam rahim. Itulah yang dimaksud dengan Allah mengumpulkannya” Setelah 40 hari Nutfah menjadi ‘Alaqah (segumpal darah) Kalimat, “kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya” yaitu Malaikat yang mengurus rahim.  
Kalimat "Sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga........" secara tersurat menunjukkan bahwa orang tersebut melakukan amalan yang benar dan amal itu mendekatkan pelakunya ke surga sehingga dia hampir dapat masuk ke surga kurang satu hasta. Ia ternyata terhalang untuk memasukinya karena taqdir  yang telah ditetapkan bagi dirinya di akhir masa hayatnya dengan melakukan perbuatan ahli neraka. Dengan demikian, perhitungan semua amal baik itu tergantung  pada apa yang telah dilakukannya. Akan tetapi, bila ternyata pada akhirnya tertutup dengan amal buruk, maka seperti yang dikatakan pada sebuah hadits: "Segala amal perbuatan itu perhitungannya tergantung pada amal terakhirnya." Maksudnya, menurut kami hanya menyangkut orang-orang tertentu dan keadaan tertentu.
Adapun hadits yang disebut oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman dari kitab shahihnya bahwa Rasulullah berkata: " Seseorang melakukan amalan ahli surga dalam pandangan manusia, tetapi sebenarnya dia adalah ahli neraka." Menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya semata-mata untuk mendapatkan pujian/popularitas.
Yang perlu diperhatikan adalah niat pelakunya bukan perbuatan lahiriyahnya, orang yang selamat dari riya' semata-mata karena karunia dan rahmat Allah SWT.
Kalimat " maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. " Maksudnya bahwa, hal semacam ini bisa saja terjadi namun sangat jarang dan bukan merupakan hal yang umum. Karena kemurahan, keluasan dan rahmat Allah kepada manusia. Yang banyak terjadi manusia yang tidak baik berubah menjadi baik dan jarang orang baik menjadi tidak baik.
Firman Allah, “Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku” menunjukkan adanya kepastian taqdir sebagaimana pendirian ahlussunnah bahwa segala kejadian berlangsung dengan ketetapan Allah dan taqdir-Nya, dalam hal keburukan dan kebaikan juga dalam hal bermanfaat dan berbahaya.
 Firman Allah, QS. Al-Anbiya’ : 23, “Dan Dia tidak dimintai tanggung jawab atas segala tindakan-Nya tetapi mereka akan dimintai tanggung jawab” menyatakan bahwa kekuasaan Allah tidak tertandingi dan Dia melakukan apa saja yang dikehendaki dengan kekuasaa-Nya itu.
Imam Sam’ani berkata : “Cara untuk dapat memahami pengertian semacam ini adalah dengan menggabungkan apa yang tersebut dalam Al Qur’an dan Sunnah, bukan semata-mata dengan qiyas dan akal. Barang siapa yang menyimpang dari cara ini dalam memahami pengertian di atas, maka dia akan sesat dan berada dalam kebingungan, dia tidak akan memperoleh kepuasan hati dan ketentraman. Hal ini karena taqdir merupakan salah satu rahasia Allah yang tertutup untuk diketahui oleh manusia dengan akal ataupun pengetahuannya. Kita wajib mengikuti saja apa yang telah dijelaskan kepada kita tanpa boleh mempersoalkannya. Allah telah menutup makhluk dari kemampuan mengetahui taqdir, karena itu para malaikat dan para nabi sekalipun tidak ada yang mengetahuinya”.
Ada pendapat yang mengatakan : “Rahasia taqdir akan diketahui oleh makhluk ketika mereka menjadi penghuni surga, tetapi sebelumnya tidak dapat diketahui”.
Beberapa Hadits telah menetapkan larangan kepada seseorang yang tdak mau melakukan sesuatu amal dengan alasan telah ditetapkan taqdirnya. Bahkan, semua amal dan perintah yang tersebut dalam syari’at harus dikerjakan. Setiap orang akan diberi jalan yang mudah menuju kepada taqdir  yang telah ditetapkan untuk dirinya.  Orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang beruntung maka ia akan mudahmelakukan perbuatan-perbuatan golongan yang beruntung sebaliknya orang-orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang celaka maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan celaka sebagaimana tersebut dalam Firman Allah :
“Maka Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh keberuntungan”. (QS. Al Lail :7) “Kemudian Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh kesusahan”. (QS.Al Lail :10)
Para ulama berkata : “Al Qur’an, lembaran, dan penanya, semuanya wajib diimani begitu saja,tanpa mempersoalkan corak dan sifat dari benda-benda tersebut, karena hanya Allah yang mengetahui”.
Allah berfirman : “Manusia tidak sedikit pun mengetahui ilmu Allah, kecuali yangAllah kehendaki”.(QS. Al Baqarah : 255)

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / :  الفوائد من الحديث

1. Allah ta’ala mengetahui tentang keadaan makhluknya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah kebahagiaan dan kecelakaan.
2. Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk syurga atau neraka, akan tetapi amal perbutan merupakan sebab untuk memasuki keduanya.
3. Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).
4. Disunnahkan bersumpah untuk mendatangkan kemantapan sebuah perkara dalam jiwa.
5. Tenang dalam masalah rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hatinya karenanya.
6. Kehidupan ada di tangan Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali dia telah menyempurnakan umurnya.
7. Sebagian ulama dan orang bijak berkata bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa belas kasih terhadap ibu. Karena sesungguhnya Allah mampu menciptakannya sekaligus.

5. PERBUATAN BID’AH TERTOLAK (Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ



الحديث الخامس
HADITS KELIMA

5. PERBUATAN BID’AH TERTOLAK


عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله
عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. رواه البخاري ومسلم وفي رواية
لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Terjemah hadits / : ترجمة الحديث

Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata :Rasulullah
bersabda : Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama)kami, maka dia tertolak).

Penjelasan/Syarah:
Kata “Raddun” menurut ahli bahasa maksudnya tertolak atau tidak sah. Kalimat “bukan dari urusan kami” maksudnya bukan dari hukum kami. Hadits ini merupakan salah satu pedoman penting dalam agama Islam yang merupakan kalimat pendek yang penuh arti yang dikaruniakan kepada Rasulullah. Hadits ini dengan tegas menolak setiap perkara bid’ah dan setiap perkara (dalam urusan agama) yang direkayasa. Sebagian ahli ushul fiqih menjadikan hadits ini sebagai dasar kaidah bahwa setiap yang terlarang dinyatakan sebagai hal yang merusak. Pada riwayat imam muslim diatas disebutkan, “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak” dengan jelas menyatakan keharusan meninggalkan setiap perkara bid’ah, baik ia ciptakan sendiri atau hanya mengikuti orang sebelumnya. Sebagian orang yang ingkar (ahli bid’ah) menjadikan hadits ini sebagai alasan bila ia melakukan suatu perbuatan bid’ah, dia mengatakan :
“Bukan saya yang menciptakannya” maka pendapat tersebut terbantah oleh hadits diatas.
Hadits ini patut dihafal, disebarluaskan, dan digunakan sebagai bantahan terhadap kaum yang ingkar karena isinya mencakup semua hal. Adapun hal-hal yang tidak merupakan pokok agama sehingga tidak diatur dalam sunnah, maka tidak tercakup dalam larangan ini, seperti menulis Al-Qur’an dalam Mushaf dan pembukuan pendapat para ahli fiqih yang bertaraf mujtahid yang menerangkan permasalahan-permasalahan furu’ dari pokoknya, yaitu sabda Rosululloh . Demikian juga mengarang kitab-kitab nahwu, ilmu hitung, faraid dan sebagainya yang semuanya bersandar kepada sabda Rasulullah dan perintahnya. Kesemua usaha ini tidak termasuk dalam ancaman hadits diatas. 

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / : الفوائد من الحديث
1. Setiap perbuatan ibadah yang tidak bersandar pada dalil syar’i ditolak dari pelakunya.
2. Larangan dari perbuatan bid’ah yang buruk berdasarkan syari’at.
3. Islam adalah agama yang berdasarkan ittiba’ (mengikuti berdasarkan dalil) bukanibtida’
(mengada-adakan sesuatu tanpa dalil) dan Rasulullah ε telah berusaha menjaganya dari
sikap yang berlebih-lebihan dan mengada-ada.
4. Agama Islam adalah agama yang sempurna tidak ada kurangnya.
Wallahua’lam.

6. HALAL DAN HARAM TELAH JELAS (Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ



الحديث السادس
HADITS KEENAM

6. HALAL DAN HARAM TELAH JELAS

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنّ آَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، آَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ آُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ آُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah hadits / : ترجمة الحديث
Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah
bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “. (Riwayat Bukhori dan Muslim)

[Bukhari no. 52, Muslim no. 1599]

Penjelasan /Syarah:

Hadits ini merupakan salah satu pokok syari’at Islam. Abu Dawud As Sijistani berkata,“Islam bersumber pada empat (4) hadits.” Dia sebutkan diantaranya adalah hadits ini. Para ulama telah sepakat atas keagungan dan banyaknya manfaat hadits ini.
Kalimat, “Sesungguhnya yang Halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar” maksudnya segala sesuatu terbagi kepada tiga macam hokum. Sesuatu yang ditegaskan halalnya oleh Allah, maka dia adalah halal, seperti firman Allah (QS. Al-Maa’idah 5 : 5), ”Aku Halalkan bagi kamu hal-hal yang baik dan makanan (sembelihan) ahli kitab halal bagi kamu” dan firman-Nya dalam (QS. An-Nisaa 4:24), “Dan dihalalkan bagi kamu selain dari yang tersebut itu”
dan lain-lainnya. Adapun yang Allah nyatakan dengan tegas haramnya, maka dia menjadi haram, seperti firman Allah dalam (QS. An-Nisaa’ 4:23), “Diharamkan bagi kamu (menikahi) ibu-ibu kamu, anak-anak perempuan kamu …..” dan firman Allah (QS. Al-Maa’idah 5:96), “Diharamkan bagi kamu memburu hewan didarat selama kamu ihram”. Juga diharamkan perbuatan keji yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Setiap perbuatan yang Allah mengancamnya dengan hukuman tertentuatau siksaan atau ancaman keras, maka perbuatan itu haram.
Adapun yang syubhat (samar) yaitu setiap hal yang dalilnya masih dalam pembicaraan atau pertentangan, maka menjauhi perbuatan semacam itu termasuk wara’. Para Ulama  berbeda pendapat mengenai pengertian syubhat yang diisyaratkan oleh Rasulullah .
Pada hadits tersebut, sebagian Ulama berpendapat bahwa hal semacam itu haram hukumnya berdasarkan sabda Rasulullah, “barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya”.
Barangsiapa tidak menyelamatkan agama dan kehormatannya, berarti dia telah terjerumus kedalam perbuatan haram. Sebagian yang lain berpendapat bahwa hal yang syubhat itu hukumnya halal dengan alasan sabda Rasulullah, “seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang” kalimat ini menunjukkan bahwa syubhat itu halal, tetapi meninggalkan yang syubhat adalah sifat yang wara’. Sebagian lain lagi berkata bahwa syubhat yang tersebut pada hadits ini tidak dapat dikatakan halal atau haram, karena Rasulullah menempatkannya diantara halal dan haram, oleh karena itu kita memilih diam saja, dan hal itu termasuk sifat wara’ juga.
Dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits dari ‘Aisyah, ia berkata : “Sa’ad bin Abu Waqash dan ‘Abd bin Zam’ah mengadu kepada Rasulullah tentang seorang anak laki-laki. Sa’ad berkata : Wahai Rasulullah anak laki-laki ini adalah anak saudara laki-lakiku.’Utbah bin Abu Waqash. Ia (‘Utbah) mengaku bahwa anak laki-laki itu adalah anaknya. Lihatlah kemiripannya” sedangkan ‘Abd bin Zam’ah berkata; “ Wahai Rasulullah, Ia adalah saudara laki-lakiku, Ia dilahirkan ditempat tidur ayahku oleh budak perempuan milik ayahku”, lalu Rasulullah memperhatikan wajah anak itu (dan melihat kemiripannya dengan ‘Utbah) maka beliau Rasulullah bersabda : “Anak laki-laki ini untukmu wahai ‘Abd bin Zam’ah, anak itu milik laki-laki yang menjadi suami perempuan yang melahirkannya dan bagi orang yang berzina hukumannya rajam.
Dan wahai Saudah, berhijablah kamu dari anak laki-laki ini” sejak saat itu Saudah tidak pernah melihat anak laki-laki itu untuk seterusnya. Rasulullah telah menetapkan bahwa anak itu menjadi hak suami dari perempuan yang melahirkannya, secara formal anak laki-laki itu menjadi anak Zam’ah. ‘Abd bin Zam’ah adalah saudara laki-laki Saudah, istri Rasulullah , karena Saudah putrid Zam’ah.
Ketetapan semacam ini berdasarkan suatu dugaan yang kuat bukan suatu kepastian. Kemudian Rasulullah menyuruh Saudah untuk berhijab dari anak laki-laki itu karena adanya syubhat dalam masalah itu. Jadi tindakan ini bersifat kehati-hatian. Hal itu termasuk perbuatan takut kepada Allah SWT, sebab jika memang pasti dalam pandangan Rasulullah anak laki-laki itu adalah anak Zam’ah, tentulah Rasulullah tidak menyuruh Saudah berhijab dari saudara laki-lakinya yang lain, yaitu ‘Abd bin Zam’ah dan saudaranya yang lain.
Pada Hadits ‘Adi bin Hatim, ia berkata : “Wahai Rasulullah, saya melepas anjing saya dengan ucapan Bismillah untuk berburu, kemudian saya dapati ada anjing lain yang melakukan perburuan” Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu makan (hewan buruan yang kamu dapat) karena yang kamu sebutkan Bismillah hanyalah anjingmu saja, sedang anjing yang lain tidak”. Rasulullah memberi fatwa semacam ini dalam masalah syubhat karena beliau khawatir bila anjing yang menerkam hewan buruan tersebut adalah anjing yang dilepas tanpa menyebut Bismillah. Jadi seolah-olah hewan itu disembelih dengan cara diluar aturan Allah. Allah berfirman,“Sesungguhnya hal itu adalah perbuatan fasiq” (QS. Al-An’am 6:121)
Dalam fatwa ini Rasulullah menunjukkan sifat kehati-hatian terhadap hal-hal yang masih samar tentang halal atau haramnya, karena sebab-sebab yang masih belum jelas. Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah , “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan kamu untuk berpegang pada sesuatu yang tidak meragukan kamu” Sebagian Ulama berpendapat, syubhat itu ada tiga macam :
1.Sesuatu yang sudah diketahui haramnya oleh manusia tetapi orang itu ragu apakah masih haram hukumnya atau tidak. misalnya makan daging hewan yang  tidak pasti cara penyembelihannya, maka daging semacam ini haram hukumnya kecuali terbukti dengan yakin telah disembelih (sesuai aturan Allah). Dasar dari sikap ini adalah hadits ‘Adi bin Hatim seperti tersebut diatas.

2. Sesuatu yang halal tetapi masih diragukan kehalalannya, seperti seorang laki-laki yang punya istri namun ia ragu-ragu, apakah dia telah menjatuhkan thalaq kepada istrinya atau belum, ataukah istrinya seorang perempuan budak atau sudah dimerdekakan. Hal seperti ini hukumnya mubah hingga diketahui kepastian haramnya, dasarnya adalah hadits ‘Abdullah bin Zaid yang ragu-ragu tentang hadats, padahal sebelumnya ia yakin telah bersuci.
3.Seseorang ragu-ragu tentang sesuatu dan tidak tahu apakah hal itu haram atau halal, dan kedua kemungkinan ini bisa terjadi sedangkan tidak ada petunjuk yang menguatkan salah satunya. Hal semacam ini sebaiknya dihindari, sebagaimana Rasulullah pernah melakukannya pada kasus sebuah kurma yang jatuh yang beliau temukan dirumahnya, lalu Rasulullah bersabda : “Kalau saya tidak takut kurma ini dari barang zakat, tentulah saya telah memakannya” Adapun orang yang mengambil sikap hati-hati yang berlebihan, seperti tidak menggunakan air bekas yang masih suci karena khawatir terkena najis, atau tidak mau sholat disuatu tempat yang bersih karena khawatir ada bekas air kencing yang sudah kering, mencuci pakaian karena khawatir pakaiannya terkena najis yang tidak diketahuinya dan sebagainya, sikap semacam ini tidak perlu diikuti, sebab kehati-hatian yang berlebihan tanda adanya halusinasi dan bisikan setan, karena dalam masalahtersebut tidak ada masalah syubhat sedikitpun. Wallahu a’lam.
Kalimat, “kebanyakan manusia tidak mengetahuinya” maksudnya tidak mengetahui tentang halal dan haramnya, atau orang yang mengetahui hal syubhat tersebut didalam dirinya masih tetap menghadapi keraguan antara dua hal tersebut, jika ia mengetahui sebenarnya atau kepastiannya, maka keraguannya menjadi hilang sehingga hukumnya pasti halal atau haram. Hal ini menunjukkan bahwa masalah syubhat mempunyai hokum tersendiri yang diterangkan oleh syari’at sehingga sebagian orang ada yang berhasil mengetahui hukumnya dengan benar.
Kailmat, “maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya” maksudnya menjaga dari perkara yang syubhat.
Kalimat, “barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram” hal ini dapat terjadi dalam dua hal :
1.      Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan perkara syubhat maka hal semacam itu akan menjerumuskannya kedalam perkara haram, atau karena sikap sembrononya membuat dia berani melakukan hal yang haram, seperti kata sebagian orang : “Dosa-dosa kecil dapat mendorong perbuatan dosa besar dan dosa besar mendorong pada kekafiran”
2.      Orang yang sering melakukan perkara syubhat berarti telah menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam perkara haram. Terkadang hal seperti itu menjadikan perbuatan dosa jika menyebabkan pelanggaran syari’at.
Rasulullah bersabda : “seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerahterlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya” ini adalah kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah. Dahulu orang arab biasa membuat pagar agar hewan peliharaannya tidak masuk ke daerah terlarang dan membuat ancaman kepada siapapun yang mendekati daerah terlarang tersebut. Orang yang takut mendapatkan hukuman dari penguasa akan menjauhkan gembalaannya dari daerah tersebut, karena kalau mendekati wilayah itu biasanya terjerumus. Dan terkadang penggembala hanya seorang diri hingga tidak mampu mengawasi seluruh binatang gembalaannya. Untuk kehati-hatian maka ia membuat pagar agar gembalaannya tidak mendekati wilayah terlarang sehingga terhindar dari hukuman. Begitu juga dengan larangan Allah seperti membunuh, mencuri, riba, minum khamr, qadzaf, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya adalah hal-hal yang tidak patut didekati karena khawatir terjerumus dalam perbuatan itu.
Kalimat, “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya” yang dimaksud adalah hati, betapa pentingnya daging ini walaupun bentuknya kecil, daging ini disebut Al-Qalb (hati) yang merupakan anggota tubuh yang paling terhormat, karena ditempat inilah terjadi perubahan gagasan, sebagian penyair bersenandung, “Tidak dinamakan hati kecuali karena menjadi tempat terjadinya perubahan gagasan, karena itu waspadalah terhadap hati dari perubahannya”
Allah menyebutkan bahwa manusia dan hewan memiliki hati yang menjadi pengatur kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan manusia dalam segala jenisnya mampu melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan manusia dengan karunia akal disamping dikaruniai hati sehingga berbeda dari hewan. Allah berfirman, “Tidakkah mereka mau berkelana dimuka bumi karena mereka mempunyai hati untuk berpikir, atau telinga untuk mendengar…”(QS. Al-Hajj 22:46).
Allah telah melengkapi dengan anggota tubuh lainnya yang dijadikan tunduk dan patuh kepada akal. Apa yang sudah dipertimbangkan akal, anggota tubuh tinggal melaksanakan keputusan akal itu, jika akalnya baik maka perbuatannya baik, jika akalnya jelek, perbuatannya juga jelek. Bila kita telah memahami hal diatas, maka kita bisa menangkap dengan jelas sabda Rasulullah , “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.
Kita memohon kepada Allah semoga Dia menjadikan hati kita yang jelek menjadi baik, wahai Tuhan pemutar balik hati, teguhkanlah hati kami pada agama-Mu, wahai Tuhan pengendali hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / :
1. Termasuk sikap wara’5) adalah meninggalkan syubhat .
2. Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.
3. Menjauhkan perbuatan dosa kecil karena hal tersebut dapat menyeret seseorang kepada
perbuatan dosa besar.
4. Memberikan perhatian terhadap masalah hati, karena padanya terdapat kebaikan fisik.
5. Baiknya amal perbuatan anggota badan merupakan pertanda baiknya hati.
6. Pertanda ketakwaan seseorang jika dia meninggalkan perkara-perkara yang diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan.
7. Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan haram serta haramnya sarana dan cara ke arah sana.
8. Hati-hati dalam masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan perbuatanperbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk.

7. AGAMA ADALAH NASEHAT (Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ


الحديث السابع
HADITS KETUJUH

7. AGAMA ADALAH NASEHAT

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْم الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
[رواه البخاري ومسلم]

Dari Abu Ruqoyah Tamim Ad Daari radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah bersabda :Agama adalah nasehat, kami berkata : Kepada siapa ? beliau bersabda : Kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada pemimpan kaum muslimin dan rakyatnya.
(Riwayat Bukhori dan Muslim)
[Muslim no. 55]
Penjelasan /Syarah:
Tamim Ad Daari hanya meriwayatkan hadits ini, kata nasihat merupakan sebuah kata singkat penuh isi, maksudnya ialah segala hal yang baik. Dalam bahasa arab tidak ada kata lain yang pengertiannya setara dengan kata nasihat, sebagaimana disebutkan oleh para ulama bahasa arab tentang kata Al Fallaah yang tidak memiliki padanan setara, yang mencakup makna kebaikan dunia dan akhirat.
Kalimat, “Agama adalah Nasihat” maksudnya adalah sebagai tiang dan penopang agama, sebagaimana sabda Rasulullah, “Haji adalah arafah”, maksudnya wukuf di arafah adalah tiang dan bagian terpenting haji. Tentang penafsiran kata nasihat dan berbagai cabangnya, Khathabi dan ulama-ulama lain mengatakan :
1.Nasihat untuk Allah maksudnya beriman semata-mata kepada-Nya, menjauhkan diri dari syirik dan sikap ingkar terhadap sifat-sifat-Nya, memberikan kepada Allah sifat-sifat sempurna dan segala keagungan, mensucikan-Nya dari segala sifat kekurangan, menaati-Nya, menjauhkan diri dari perbuatan dosa, mencintai dan membenci sesuatu semata karena-Nya, berjihad menghadapi orang-orang kafir, mengakui dan bersyukur atas segala nikmat-Nya, berlaku ikhlas dalam segala urusan, mengajak melakukan segala kebaikan, menganjurkan orang berbuat kebaikan, bersikap lemah lembut kepada sesama manusia. Khathabi berkata : “Secara prinsip, sifat-sifat baik tersebut, kebaikannya kembali kepada pelakunya sendiri, karena Allah tidak memerlukan kebaikan dari siapapun”
2. Nasihat untuk kitab-Nya, maksudnya beriman kepada firman-firman Allah dan diturunkan-Nya firman-firman itu kepada Rasul-Nya, mengakui bahwa itu semua tidak sama dengan perkataan manusia dan tidak pula dapat dibandingkan dengan perkataan siapapun, kemudian menghormati firman Allah, membacanya dengan sungguh-sungguh, melafazhkan dengan baik dengan sikap rendah hati dalam membacanya, menjaganya dari takwilan orang-orang yang menyimpang, membenarkan segala isinya, mengikuti hokum-hukumnya, memahami berbagai macam ilmunya dan kalimat-kalimat  perumpamaannya, mengambilnya sebagai pelajaran, merenungkan segala keajaibannya, mengamalkan dan menerima apa adanya tentang ayat-ayat mutasyabih, mengkaji ayat-ayat yang bersifat umum, dan mengajak manusia pada hal-hal sebagaimana tersebut diatas dan menimani Kitabullah
3. Nasihat untuk Rasul-Nya, maksudnya membenarkan ajaran-ajarannya, mengimani semua yang dibawanya, menaati perintah dan larangannya, membelanya semasa hidup maupun setelah wafat, melawan para musuhnya, membela para pengikutnya, menghormati hak-haknya, memuliakannya, menghidupkan sunnahnya, mengikuti seruannya, menyebarluaskan tuntunannya, tidak menuduhnya melakukan hal yang tidak baik, menyebarluaskan ilmunya dan memahami segala arti dari ilmu-ilmunya dan mengajak manusia pada ajarannya, berlaku santun dalam mengajarkannya, mengagungkannya dan berlaku baik ketika membaca sunnah-sunnahnya, tidak membicarakan sesuatu yang tidak diketahui sunnahnya, memuliakan para pengikut sunnahnya, meniru akhlak dan kesopanannya, mencintai keluarganya,
para sahabatnya, meninggalkan orang yang melakukan perkara bid’ah dan orang yang tidak mengakui salah satu sahabatnya dan lain sebagainya.
4.Nasihat untuk para pemimpin umat islam. maksudnya menolong mereka dalam kebenaran, menaati perintah mereka dan memperingatkan kesalahan mereka dengan lemah lembut, memberitahu mereka jika mereka lupa, memberitahu mereka apa yang menjadi hak kaum muslim, tidak melawan mereka dengan senjata, mempersatukan hati umat untuk taat kepada mereka (tidak untuk maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya), dan makmum shalat dibelakang mereka, berjihad bersama mereka dan mendo’akan mereka agar mereka mendapatkan kebaikan.
5.Nasihat untuk seluruh kaum muslim. maksudnya memberikan bimbingan kepada mereka apa yang dapat memberikan kebaikan bagi merela dalam urusan dunia dan akhirat, memberikan bantuan kepada mereka, menutup aib dan cacat mereka, menghindarkan diri dari hal-hal yang membahayakan dan mengusahakan kebaikan bagi mereka, menyuruh mereka berbuat ma’ruf dan mencegah mereka berbuat kemungkaran dengan sikap santun, ikhlas dan kasih sayang kepada mereka, memuliakan yang tua dan menyayangi yang muda, memberikan nasihat yang baik kepada mereka, menjauhi kebencian dan kedengkian, mencintai sesuatu yang menjadi hak mereka seperti mencintai sesuatu yang menjadi hak miliknya sendiri, tidak menyukai sesuatu yang tidak mereka sukai sebagaimana dia sendiri tidak menyukainya, melindungi harta dan kehormatan mereka dan sebagainya baik dengan ucapan maupun perbuatan serta menganjurkan kepada mereka menerapkan perilaku-perilaku tersebut diatas.
Wallahu a’lam
Memberi nasihat merupakan fardhu kifayah, jika telah ada yang melaksanakannya, maka yang lain terlepas dari kewajiban ini. Hal ini merupakan keharusan yang dikerjakan sesuai kemampuan. Nasihat dalam bahasa arab artinya membersihkan atau memurnikan seperti pada kalimat nashahtul ‘asala artinya saya membersihkan madu hingga tersisa yang murni, namun ada juga yang mengatakan kata nasihat memiliki makna lain.
Pelajaran :
1. Agama Islam berdiri tegak diatas upaya saling menasihati, maka harus selalu saling menasihati diantara masing-masing individu muslim.
2. Nasihat wajib dilakukan sesuai kemampuannya .
Wallahu a’lam


8. Maklumat perang kepada mereka yang ingkar (Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ


الحديث الثامن
HADITS KEDELAPAN

8. Maklumat peperangan kepada mereka yang ingkar

عن ابن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال " أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة , فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام وحسابهم على الله تعالى [رواه البخاري ومسلم
Terjemah hadits / : ترجمة الحديث
Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah bersabda : “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah”. (Riwayat Bukhori dan Muslim)

[Bukhari no. 25, Muslim no. 22]

Penjelasan / Syarah:

Hadits ini secara praktis dialami zaman kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq, sejumlah
rakyatnya ada yang kembali kafir. Maka Abu Bakar bertekad memerangi mereka termasuk diantaranya mereka yang menolak membayar zakat . Maka Umar bin Khottob menegurnya
seraya berkata : “ Bagaimana kamu akan memerangi mereka yang mengucapkan Laa Ilaaha
Illallah sedangkan Rasulullah telah bersabda : Aku diperintahkan…..(seperti hadits diatas)” .
Maka berkatalah Abu Bakar : “Sesungguhnya zakat adalah haknya harta”,9)
hingga akhirnya Umar menerima dan ikut bersamanya memerangi mereka.
Hadits ini amat berharga dan termasuk salah satu prinsip Islam. Hadits yang semakna juga diriwayatkan oleh Anas, Rasulullah bersabda : “Sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, menghadap kepada kiblat kita, memakan sembelihan kita dan melaksanakan shalat kita. Jika mereka melakukan hal itu, maka darah mereka dan harta mereka haram kita sentuh kecuali karena hak. Bagi mereka hak sebagaimana yang diperoleh kaum muslim dam mereka memikul kewajiban sebagaimana yang menjadi kewajiban kaum muslimin”.
Dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah disebutkan sabda beliau : “Sampai mereka bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah dan beriman kepadaku dan apa yang aku bawa“.
Hal ini sesuai dengan kandungan Hadits riwayat dari ‘Umar diatas.
Tentang maksud hadits ini para ulama mengartikannya berdasarkan sejarah, yaitu tatkala Rasulullah wafat dan Abu Bakar Ash Shiddiq diangkat sebagai khalifah untuk menggantikannya, sebagian dari orang Arab menjadi kafir. Abu Bakar bertekad untuk memerangi mereka sekalipun di antara mereka ada yang tidak kafir tetapi menolak membayar zakat. Abu Bakar lalu mengemukakan alasan perbuatannya itu, tetapi ‘Umar berkata kepadanya : “Bagaimana engkau akan memerangi manusia sedangkan mereka mengucapakan Laa ilaaha illallaah dan Rasulullah bersabda : “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan Laa ilaaha illallaah ... dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah Ta’ala”. Abu Bakar lalu menjawab : “Sesungguhnya zakat itu adalah kewajiban yang bersifat kebendaan”. Lalu katanya : “Demi Allah, kalau mereka merintangiku untuk mengambil seutas tali unta yang mereka dahulu serahkan sebagai zakat kepada Rasulullah niscaya aku perangi mereka karena penolakannya itu”.Maka kemudian Umar mengikuti jejak Abu Bakar untuk memerangi kaum tersebut.
Kalimat "Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan laa ilaaha illallaah, dan barangsiapa telah mengucapkannya, maka ia telah memelihara harta dan jiwanya dari aku kecuali karena alasan yang hak dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah”. Khatabi dan lain-lain bekata : “Yang dimaksud oleh Hadits ini ialah kaum penyembah berhala dan kaum Musyrik Arab serta orang yang tidak beriman, bukan golongan Ahli kitab dan mereka yang mengakui keesaan Allah”. Untuk terpeliharanya orang-orang semacam itu tidak cukup dengan mengucapkan laa ilaaha illallaah saja, karena sebelumnya mereka sudah mengatakan kalimat tersebut semasa masih sebagai orang kafir dan hal itu sudah menjadi keimanannya. Tersebut juga didalam hadits lain kalimat “dan sesungguhnya aku adalah rasul Allah, mereka melaksanakan shalat, dan mengeluarkan zakat”.
Syaikh Muhyidin An Nawawi berkata : “Di samping mengucapkan hal semacam ini ia juga harus mengimani semua ajaran yang dibawa Rasulullah seperti tersebut pada riwayat lain dari Abu Hurairah, yaitu kalimat, “sampai mereka bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah, beriman kepadaku dan apasaja yang aku bawa” Kalimat, “Dan perhitungannya terserah kepada Allah” maksudnya ialah tentang hal-hal yang mereka rahasiakan atau mereka sembunyikan, bukan meninggalkan perbuatan-perbuatan lahiriah yang wajib. Demikian disebutkan oleh khathabi. Khathabi berkata : Orang yang secara lahiriah menyatakan keislamannya, sedang hatinya menyimpan kekafiran, secara formal keislamannya diterima” ini adalah pendapat sebagian besar ulama.
Imam Malik berkata : “Tobat orang yang secara lahiriah menyatakan keislaman tetapi menyimpan kekafiran dalam hatinya (zindiq) tidak diterima” ini juga merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad.
Kalimat, “aku diperintah memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada tuhan kecuali Allah dan mereka beriman kepadaku dan apa yang aku bawa” menjadi alasan yang tegas dari mazhab salaf bahwa manusia apabila meyakini islam dengan sungguh-sungguh tanpa sedikitpun keraguan, maka hal itu sudah cukup bagi dirinya. Dia tidak perlu mempelajari berbagai dalil ahli ilmu kalam dan mengenal Allah dengan dalil-dalil semacam itu. Hal ini berbeda dengan mereka yang berpendapat bahwa orang tersebut wajib mempelajari dalil-dalil semacam itu dan dijadikannya sebagai syarat masuk Islam. Pendapat ini jelas sekali kesalahannya, sebab yang dimaksud oleh hadits diatas, adanya keyakinan yang sungguh-sungguh dalam diri seseorang. Hal ini sudah dapat terpenuhi tanpa harus mempelajari dalil-dalil semacam itu, sebab Rasulullah mencukupkan dengan mempercayai ajaran apa saja yang beliau bawa tanpa mensyaratkan mengetahui dalil-dalilnya. Didalam hal ini terdapat beberapa hadits shahih yang jumlah sanadnya mencapai derajat mutawatir dan bernilai pengetahuan yang pasti. 
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / :
1. Maklumat peperangan kepada mereka yang musyrik hingga mereka selamat.
2. Diperbolehkannya membunuh orang yang mengingkari shalat dan memerangi mereka yang menolak membayar zakat.
3. Tidak diperbolehkan berlaku sewenang-wenang terhadap harta dan darah kaum muslimin.
4. Diperbolehkannya hukuman mati bagi setiap muslim jika dia melakukan perbuatan yang menuntut dijatuhkannya hukuman seperti itu seperti : Berzina bagi orang yang sudah
menikah (muhshan), membunuh orang lain dengan sengaja dan meninggalkan agamanya dan jamaahnya .
5. Dalam hadits ini terdapat jawaban bagi kalangan murji’ah yang mengira bahwa iman tidak membutuhkan amal perbuatan.
6. Tidak mengkafirkan pelaku bid’ah yang menyatakan keesaan Allah dan menjalankan syari’atnya.
7. Didalamnya terdapat dalil bahwa diterimanya amal yang zhahir dan menghukumi berdasarkan sesuatu yang zhahir sementara yang tersembunyi dilimpahkan kepada Allah.

Wallahu a’lam

9. LAKSANAKAN PERINTAH SESUAI KEMAMPUAN (Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ


الحديث التاسع
HADITS KESEMBILAN

9. LAKSANAKAN PERINTAH SESUAI KEMAMPUAN

عن أبي هريرة عبدالرحمن بن صخر رضي الله عنه قال، سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم , فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة مسائلم واختلافهم على أنبيائهم [رواه البخاري ومسلم

Terjemah hadits / : ترجمة الحديث
Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah  bersabda : Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian.
Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya
pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi
mereka. (HR. Bukhari & Muslim)
[Bukhari no. 7288, Muslim no. 1337]
Penjelasan / Syarah :
Hadits ini terdapat dalam kitab Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata : “Rasulullah berkhutbah dihadapan kami, sabda beliau : Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kepada kamu haji, karena itu berhajilah, lalu seseorang bertanya : Wahai Rasulullah… apakah setiap tahun ?, Rasulullah diam, sampai orang itu bertanya tiga kali, lalu Rasulullah bersabda : Kalau aku katakana “ya” niscaya menjadi wajib dan kamu tidak akan sanggup melakukannya, kemudian beliau bersabda lagi :Biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan, karena kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka. Maka jika aku perintahkan melakukan sesuatu, kerjakanlah menurut kemampuan kamu, tetapi jika aku melarang kamu melakukan sesuatu, maka tinggalkanlah. Laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah adalah Aqra’ bin Habits, demikianlah menurut suatu riwayat.
Para ahli ushul fiqh mempersoalkan perintah dalam agama, apakah perintah itu harus dilakukan berulang-ulang ataukah tidak. Sebagian besar ahli fiqh dan ahli ilmu kalam menyatakan tidak wajib berulang-ulang. Akan tetapi yang lain tidak menyatakan setuju atau menolak, tetapi menunggu penjelasan selanjutnya. Hadits ini dijadikan dalil bagi mereka yang bersikap menanti (netral), karena sahabat tersebut bertanya “Apakah setiap tahun?” sekiranya perintah itu dengan sendirinya mengharuskan pelaksanaan berulang-ulang atau tidak, tentu Rasulullah tidak menjawab dengan kata-kata “Kalau aku katakan “ya”, niscaya menjadi wajib dan kamu tidak akan sanggup melakukannya” Bahkan tidak ada gunanya hal tersebut ditanyakan. Akan tetapi secara umum perintah itu mengandung pengertian tidak perlu dilaksanakan berulang-ulang. Kaum muslim sepakat bahwa menurut agama, bahwa haji itu hanya wajib dilakukan satu kali seumur hidup.
Kalimat, “Biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan” secara formal menunjukkan bahwa setiap perintah agama tidaklah wajib dilaksanakan berulang-ulang, kalimat ini juga menunjukkan bahwa pada asalnya tidak ada kewajiban melaksanakan ibadah sampai datang keterangan agama. Hal ini merupakan prinsip yang benar dalam pandangan sebagian besar ahli fiqh.
Kalimat, “Kalau aku katakan “ya” tentu menjadi wajib” menjadi alasan bagi pemahaman para salafush sholih bahwa Rasulullah mempunyai wewenang berijtihad dalam masalah hukum dan tidak diisyaratkan keputusan hukum itu harus dengan wahyu.
Kalimat, “apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu” merupakan kalimat yang singkat namun padat dan menjadi salah satu prinsip penting dalam Islam, termasuk dalam prinsip ini adalah masalah-masalah hukum yang tidak terhitung banyaknya, diantaranya adalah sholat, contohnya pada ibadah sholat, bila seseorang tidak mampu melaksanakan sebagian dari rukun atau sebagian dari syaratnya, maka hendaklah ia lakukan apa yang dia mampu. Begitu pula dalam membayar zakat fitrah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, bila tidak bisa membayar semuanya, maka hendaklah ia keluarkan semampunya, juga dalam memberantas kemungkaran, jika tidak dapat memberantas semuanya, maka hendaklah ia lakukan semampunya dan masalah-masalah lain yang tidak terbatas banyaknya. Pembahasan semacam ini telah populer didalam kitab-kitab fiqh. Hadits diatas sejalan dengan firman Allah, QS. At-Taghabun 64:16,“Maka bertaqwalah kepada Allah menurut kemampuan kamu” Adapun firman Allah, QS. Ali ‘Imraan 3:102, “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan taqwa yang sungguh-sungguh” ada yang berpendapat telah terhapus oleh ayat diatas.
Sebagian ulama berkata : Yang benar ayat tersebut tidak terhapus bahkan menjelaskan dan menafsirkan apa yang dimaksud dengan taqwa yang sungguh-sungguh, yaitu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, dan Allah memerintahkan melakukan sesuatu menurut kemampuan, karena Allah berfirman, QS. Al-Baqarah 2:286, “Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya” dan firman Allah dalam QS. Al-Hajj 22:78, “Allah tidak membebankan kesulitan kepada kamu dalam menjalankan agama”
Kalimat, “apasaja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi” maka hal ini menunjukkan adanya sifat mutlak, kecuali apabila seseorang mengalami rintangan /udzur dibolehkan melanggarnya, seperti dibolehkan makan bangkai dalam keadaan darurat, dalam keadaan seperti ini perbuatan semacam itu menjadi tidak dilarang. Akan tetapi dalam keadaan tidak darurat hal tersebut harus dijauhi karena ada larangan. Seseorang tidak dapat dikatakan menjauhi larangan jika hanya menjauhi larangan tersebut dalam selang waktu tertentu saja, berbeda dengan hal melaksanakan perintah, yang mana sekali saja dilaksanakan sudah terpenuhi. Inilah prinsip yang berlaku dalam memahami perintah secara umum, apakah suatu perintah harus segera dilakukan atau boleh ditunda, atau cukup sekali atau berulang kali, maka hadits ini mengandung berbagai macam pembahasan fiqh.
Kalimat, “Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka” disebutkan setelah kalimat, “biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan kepada kamu” maksudnya ialah kamu jangan banyak bertanya sehingga menimbulkan jawaban yang bermacam-macam, menyerupai peristiwa yang terjadi pada bani Israil, tatkala mereka diperintahkan menyembelih seekor sapi yang seandainya mereka mengikuti perintah itu dan segera menyembelih sapi seadanya, niscaya mereka dikatakan telah menaatinya. Akan tetapi, karena mereka banyak bertanya dan mempersulit diri sendiri, maka mereka akhirnya dipersulit dan dicela. Rasulullah SAW khawatir hal semacam ini terjadi pada umatnya.
Pelajaran :
1. Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah ε.
2. Siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan
dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang
dia mampu laksanakan.
3. Allah tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar
kemampuannya.
4. Perkara yang mudah tidak gugur karena perkara yang sulit.
5. Menolak keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan kemaslahatan.
6. Larangan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan bersepakat.
7. Wajib mengikuti Rasulullah ε, ta’at dan menempuh jalan keselamatan dan kesuksesan.
8. Al Hafiz berkata : Dalam hadits ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan
perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat
tersebut belum dibutuhkan.

10. MAKANLAH DARI REZEKI YANG HALAL(Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ


الحديث العاشر
HADITS KESEPULUH

10. MAKANLAH DARI REZEKI YANG HALAL

عن أبي هريرة رضي الله عنه – قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " إن الله تعالى طيب لا يقبل إلا طيبا ،وان الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين ..فقال تعالى " يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا... " المؤمنون /٥١... وقال الله تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُم ..." البقرة/١٧٢ ... ثم ذكر رجل يطيل السفر أشعث اغبر يمد يده إلى السماء يا رب يا رب ، ومطعمه حرام ومشربه حرام وملبسة حرام وغذي بالحرام فإنى يستجاب له. رواه مسلم
Terjemah hadits / : ترجمة الحديث
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firmannya : Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah. Dan Dia berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Ya Robbku, Ya Robbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan”. (Riwayat Muslim).
[Muslim no. 1015]

Penjelasan/Syarah :
Kata “thayyib (baik)” berkenaan dengan sifat Allah maksudnya ialah bersih dari segala kekurangan. Hadits ini merupakan salah satu dasar dan landasan pembinaan hukum Islam. Hadits ini berisi anjuran membelanjakan sebagian dari harta yang halal dan melarang membelanjakan harta yang haram. Makanan, minuman, pakaian dan sebagainya hendaknya benar-benar yang halal tanpa bercampur yang syubhat.
Orang yang ingin memohon kepada Allah hendaklah memperhatikan persyaratan yang tersebut pada Hadits ini. Hadits ini juga menyatakan bahwa seseorang yang membelanjakan hartanya dalam kebaikan berarti ia telah membersihkan dan menumbuhkan hartanya. Makanan yang enak tetapi tidak halal menjadi malapetaka bagi yang memakannya dan Allah tidak akan menerima amal kebajikannya.
Kalimat “kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, berambut kusut, dan berdebu”, maksudnya ialah menempuh perjalanan jauh untuk melaksanakan kebaikan seperti haji, jihad, dan perbuatan baik lainnya. Amal kebajikan tersebut tidak akan diterima oleh Allah bila yang bersangkutan makan, minum dan berpakaian dari hasil yang haram. Lalu bagaimana lagi nasib orang-orang yang berbuat dosa di dunia atau berlaku zhalim kepada orang lain atau mengabaikan ibadah dan amal kebajikan?
Kalimat “menengadahkan kedua tangannya” maksudnya berdo’a kepada Allah memohon sesuatu, namun dia tetap berbuat dosa dan melanggar aturan agama.
Kalimat “makanannya haram…, maka bagaimana orang seperti ini dikabulkan do’anya”, maksudnya bagaimana orang yang perbuatannya semacam itu akan dikabulkan do’anya, karena dia bukanlah orang yang layak dikabulkan do’anya. Akan tetapi walaupun demikian, boleh saja Allah mengabulkannya sebagai tanda kemurahan, kasih sayang dan pemberian karunia.
Pelajaran :
1. Dalam hadits diatas terdapat pelajaran akan sucinya Allah ta’ala dari segala kekurangan dan cela.
2. Allah ta’ala tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Maka siapa yang bersedekah dengan barang haram tidak akan diterima.
3. Sesuatu yang disebut baik adalah apa yang dinilai baik disisi Allah ta’ala.
4. Berlarut-larut dalam perbuatan haram akan menghalangi seseorang dari terkabulnya doa.
5. Orang yang maksiat tidak termasuk mereka yang dikabulkan doanya kecuali mereka yang Allah kehendaki.
6. Makan barang haram dapat merusak amal dan menjadi penghalang diterimanya amal perbuatan.
7. Anjuran untuk berinfaq dari barang yang halal dan larangan untuk berinfaq dari sesuatu yang haram.
8. Seorang hamba akan diberi ganjaran jika memakan sesuatu yang baik dengan maksud agar dirinya diberi kekuatan untuk ta’at kepada Allah.
9. Doa orang yang sedang safar dan yang hatinya sangat mengharap akan terkabul.
10. Dalam hadits terdapat sebagian dari sebab-sebab dikabulkannya do’a : Perjalanan jauh,
kondisi yang bersahaja dalam pakaian dan penampilan dalam keadaan kumal dan berdebu, mengangkat kedua tangan ke langit, meratap dalam berdoa, keinginan kuat dalam permintaan, mengkonsumsi makanan, minuman dan pakaian yang halal.
Wallaahu a’lam.


11. TINGGALKANLAH KERAGU-RAGUAN(Syarah Hadits Arba'in an-Nawawi)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ



الحديث الحادي عشر
PELAJARAN KESEBELAS

11. TINGGALKANLAH KERAGU-RAGUAN

عن أبي محمد الحسن بن علي بن أبي طالب سبط رسول الله صلى الله عليه وسلم وريحانته رضي الله عنهما قال حفظت من رسول الله صلى الله عليه وسلم " دع ما يريبك إلى ما لا يريبك " رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح

Terjemah hadits / : ترجمة الحديث
Dari Abu Muhammad, Al Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, cucu Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan kesayangan beliau telah berkata : “Aku telah menghafal (sabda) dari Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kamu, bergantilah kepada apa yang tidak meragukan kamu “. (HR. Tirmidzi dan Nasa’i, berkata Tirmidzi : Ini adalah Hadits Hasan Shahih)
[Tirmidzi no. 2520, dan An-Nasa-i no. 5711]
Penjelasan/Syarah :
Kalimat “yang meragukan kamu” maksudnya tinggalkanlah sesuatu yang menjadikan kamu ragu-ragu dan bergantilah kepada hal yang tidak meragukan. Hadits ini kembali kepada pengertian Hadits keenam, yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya banyak perkara syubhat”.
Pada hadits lain disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Seseorang tidak akan mencapai derajat taqwa sebelum ia meninggalkan hal-halyang tidak berguna karena khawatir berbuat sia-sia”. Tingkatan sifat semacam ini lebih tinggi dari sifat meninggalkan yang meragukan.

Pelajaran:
1. Meninggalkan syubhat dan mengambil yang halal akan melahirkan sikapwara’.
2. Keluar dari ikhtilaf ulama lebih utama karena hal tersebut lebih terhindar dari perbuatan syubhat, khususnya jika diantara pendapat mereka tidak ada yang dapat dikuatkan.
3. Jika keraguan bertentangan dengan keyakinan maka keyakinan yang diambil.
4. Sebuah perkara harus jelas berdasarkan keyakinan dan ketenangan. Tidak ada harganya
keraguan dan kebimbangan.
5. Berhati-hati dari sikap meremehkan terhadap urusan agama dan masalah bid’ah.
6. Siapa yang membiasakan perkara syubhat maka dia akan berani melakukan perbuatan yang haram.

12. MENINGGALKAN YANG TIDAK BERMANFAAT(Syarah Hadits Arba'in an-Nawawiyah)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ


الحديث الثاني عشر
HADITS KEDUA BELAS

12. MENINGGALKAN YANG TIDAK BERMANFAAT

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مِنْ حُسْنِ
إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
[حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا]
Terjemah hadits / : ترجمة الحديث
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : ‘Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya’ “.(HR. Tirmidzi, Hadits Hasan)
 [Tirmidzi no. 2318, Ibnu Majah no. 3976]
Penjelasan/ Syarah :
Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Qurrah bin ‘abdurrahman dari Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dan sanad-sanadnya ia nyatakan shahih. Tentang Hadits ini ia berkata : “Hadits ini kalimatnya pendek tetapi padat berisi”. Semakna dengan Hadits ini adalah ucapan Abu Dzar pada beberapa  riwayatnya: “Barang siapa yang menilai ucapan dengan perbuatannya, maka dia akan sedikit bicara dalam hal yang tidak berguna bagi dirinya”.
Imam Malik menyebutkan bahwa sampai kepadanya keterangan bahwa seseorang berkata kepada Luqman : “Apa yang menjadikan engkau mencapai derajat yang kami saksikan sekarang?” Jawabnya : “Berkata benar, menunaikan amanat dan meninggalkan apa saja yang tidak berguna bagi diriku”.
Diriwayatkan dari Imam Al Hasan, ia berkata : “Tanda bahwa Allah menjauh dari seseorang yaitu apabila orang itu sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna bagi kepentingan akhiratnya”. Ia berkata bahwa Abu Dawud berkata : “Ada 4 Hadits yang menjadi dasar bagi tiap-tiap perbuatan, salah satunya adalah Hadits ini”.

Pelajaran:
1. Termasuk sifat-sifat orang muslim adalah dia menyibukkan dirinya dengan perkaraperkara
yang mulia serta menjauhkan perkara yang hina dan rendah.
2. Pendidikan bagi diri dan perawatannya dengan meninggalkan apa yang tidak bermanfaat
didalamnya.
3. Menyibukkkan diri dengan sesuatu yang tidak bermanfaat adalah kesia-siaan dan merupakan pertanda kelemahan iman.
4. Anjuran untuk memanfaatkan waktu dengan sesuatu yang manfaatnya kembali kepada diri sendiri bagi dunia maupun akhirat.
5. Ikut campur terhadap sesuatu yang bukan urusannya dapat mengakibatkan kepada perpecahan dan pertikaian diantara manusia.


sumber : http://ashakimppa4.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar