PERANAN INTELEK DAN INTUISI.
Kepada angkatannya yang dirasuk kekuasaan yang bertuhan itu,
Iqbal ingin menyadarkan akan perlunya menempatkan intelek
di bawah Cinta .
Dengan demikian diharapkan mendapatkan jaminan bahwa kekuasaan
yang dibawakan ilmu pengetahuan itu berada dalam jangkauan manusia
yang kemudian benar-benar memanfaatkannya dalam rangka
meningkatkan martabat umat manusia.
Seperti halnya Goethe , Iqbal menganggap Syeitan sebagai
penjelmaan intelek yang memang mempunyai nilai yang tinggi,
namun bila tidak dipimpin oleh Cinta , ia dapat berubah menjadi
alat penghancur yang dahsyat.
Kepada intelek dalam kedudukannya seperti itu , Iqbal memberikan
tempatnya yang wajar di lubuk hati.
Namun ia menyadari benar bahwa bila kekuatan tidak dikaitkan
pada kekuatan Adam (insani) , maka kemanusiaan tidak akan dapat
mencapai penegmbangannya yang penuh.
Idee ini dilukiskannya dengan jelas dan hidup dalam sajaknya
"Tashkir-i-Fitrat" (Menundukkan Alam") dalam karyanya
Payam-i-Masyriq serta "Mukalimat-i- Jibril O-Iblis" dalam karyanya
Bal-i-Jibril.
Demikian pula pandangan Iqbal tersebut dapat dibaca dalam kumpulan
ceramahnya, Lecture on the Reconstruction of Religious Thought in Islam.
Iqbal berkata :
"Manusia modern,
dengan alam fikirannya yang serba kritis serta
pengkotak-kotakan spesialisasinya atas dasar ilmu pengetahuan,
menemukan dirinya dalam kedudukan dan posisi yang aneh.
Naturalisme telah memberikan kepadanya kemampuan untuk
mengadakan kontrol terhadap kekuatan alam , namun sekaligus
telah merampas dari padanya kepercayaan pada masa depannya
sendiri.....karena terus dibayangi oleh berbagai hasil kegiatan
inteleknya. ia tidak lagi hidup dalam kesadaran batinnya.
Dalam alam fikirannya ,
manusia terperangkap dalam konflik terbuka dengan dirinya sendiri ,
sedang dalam dunia ekonomi dan politiknya ia dibayangi konflik
dengan sesama manusia .
Ia tidak lagi mampu mengontrol enersinya yang hebat,
tidak pula mampu menegndalikan keserakahannya
akan harta kekayaan;
setapak demi setapak situasi ini telah mematikan citranya
yang lebih tinggi yang semula bergelora dalam dirinya;
akibat ini semua ialah ia dihinggapi kejemuan hidup".
K.G. Saiyidain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar