Kamis, 19 November 2015

HIKMAH DIBALIK CELAAN

Di dalam Kasyf Al-Mahjub sebuah kitab Tasawuf 
klasik karya Abul Hasan Ali bin Ali Al-Ghaznawi Al-Jullubi Al-Hujwiri atau 
dikenal dengan Al-Hujwiri, 
diceritakan bahwa suatu hari Syaikh Abu Thahir Harami terlihat di pasar, 
menunggang seekor keledai dan diikuti oleh salah seorang seorang muridnya. 

Seseorang berteriak, “Ini dia si tua penganut aliran berfikir bebas!”. 
Sang murid yang merasa jengkel dengan ejekan terhadap Gurunya 
kemudian menyerang orang yang berteriak itu, 
berusaha memukulnya, dan seisi pasar menjadi gaduh.

Syaikh itu berkata kepada muridnya: 
“Jika engkau mau diam, 
aku akan tunjukkan kepadamu sesuatu yang akan menyelamatkan engkau 
dari keresahan semacam ini.”
 Ketika mereka pulang, 
dia memerintahkan muridnya membawa sebuah kotak yang berisi surat-surat, 
dan menyuruh sang murid melihat surat-surat itu.

“Perhatikan,” katanya, 
“Bagaimana penulis-penulis surat ini berkata kepadaku. 
Ada yang memanggilku “Syaikh Islam”, 
ada yang menyebut “Syaikh Yang Suci”, 
“Syaikh Zuhud”, 
“Syaikh Dua Tempat Suci”, dan seterusnya. 

Semua itu adalah gelar, tidak ada yang menyebut namaku.
 Aku sama sekali bukan nama-nama itu, 
tetapi setiap orang memberiku gelar 
menurut kepercayaannya mengenai diriku. 

Jika orang yang tak mengerti itu baru saja melakukan hal yang sama, 
mengapa engkau mesti bertengkar dengannya?”.

Kisah ini mengajarkan kepada kita akan ketinggian budi pekerti seorang ulama, 
diberikan gelar yang baik berupa pujian atau diberikan sebuah celaan atau hinaan 
tidak mempengaruhi hatinya. 

Dalam kehidupan sehari-hari mungkin kita pernah mengalami, 
ketika melakukan sesuatu yang menurut kita yakini benar 
akan tetapi orang lain malah menyalahkan. 

Terkadang ketika anda mulai menapaki jalan kebenaran, 
tanpa sebab tiba-tiba ada saja orang yang memusuhi dan menyalahkan anda.

Rasulullah SAW yang memiliki akhlak mulia, 
dikenal sebagai orang paling jujur di kaumnya 
ketika menyampaikan kebenaran kepada kaumnya, 
maka orang-orang yang tadinya menghormati Beliau 
kemudian mencela dan menghina Beliau. 

Orang menuduh Beliau sebagai “Orang yang suka mengada-ada”, 
yang lain menyebut, “Dia seorang penyair” 
bahkan ada yang menyebut beliau sebagai pendusta dan lain sebagainya. 

Allah berfirman, yang melukiskan orang-orang beriman yang sejati, 
“Mereka tidak takut celaan seseorang; 
itulah rahmat Tuhan 
yang Dia anugerahkan kepada siapapun yang Dia kehendaki; 
Tuhan adalah Maha Pemurah dan Bijaksana”. (QS 5:59).

Guru Sufi mengatakan, 
“Memegang kebenaran itu ibarat memegang bara api, 
kalau di pegang tangan terbakar kalau di lepas maka bara itu terlepas”. 

Beliau melanjutkan, 
“Kalau Aku akan tetap memegang dengan erat 
sampai bara itu padam di dalam genggaman”.

Mudah-mudah tulisan ini bermanfaat bagi seorang belajar tasawuf d
an saya mengucapkan sahur bagi para sahabat semua, salam!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar